
KANALMEDAN, Medan – Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar, mengapresiasi dan mendukung penuh enam Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Provinsi Sumut, yang digagas Gubernur Sumut Bobby Nasution.
Menurut Abyadi, keenam program tersebut merupakan persoalan mendasar yang selama ini banyak dikeluhkan masyarakat.
“Saya melihat, keenam program terbaik gagasan Pak Bobby Nasution tersebut sangat kuat. Menyentuh langsung kehidupan masyarakat Sumut,” tegas Abyadi Siregar, Kamis (18/09/2025).
Bahkan, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut periode 2013-2018 s/d 2018-2023 ini menyebutkan, bila keenam program ini benar-benar dilaksanakan dengan baik, itu artinya Pemprov Sumut akan menyelesaikan banyak persoalan mendasar yang selama ini dihadapi masyarakat Sumut.
Abyadi mencontohkan Program Unggulan Bersekolah Gratis (PUBG). “Program ini memiliki makna yang sangat kuat. Selama ini, masyarakat mengeluhkan beragam jenis pungutan di sekolah yang sangat memberatkan orang tua. Mulai dari pungutan uang komite, uang seragam, uang buku, uang pembangunan, dll. Bahkan, tidak sedikit anak-anak yang akhirnya berhenti sekolah akibat beban pungutan,” tegas Abyadi.
Anehnya, pungutan-pungutan yang tidak berdasar tersebut, justru banyak terjadi di satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah (sekolah negeri). Padahal, menurut Abyadi, sekolah negerilah yang seharusnya membantu masyarakat bila terbentur dengan besarnya biaya pendidikan di sekolah swasta.
Nah, melalui program sekolah gratis PUBG ini, lanjut Abyadi, maka itu artinya pendidikan setingkat SMA/SMK/SLB akan dibebaskan dari beragam bentuk pungutan. “Saya sangat berharap, program ini bisa berjalan dengan konsisten,” harap Abyadi.
Sesuai penjelasan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (Bappelitbang) Sumut Dikky Anugerah di Kantor Gubernur Sumut, Rabu (17/9/2025), PUBG atau sekolah gratis ini akan dilakukan secara bertahap mulai tahun 2026. Sebagai tahap awal, akan diawali dari Kepulauan Nias.
Dari Kepulauan Nias, program sekolah gratis ini akan diterapkan di kawasan Pantai Barat pada tahun 2027. Dilanjutkan tahun-tahun berikutnya hingga merata ke seluruh Sumut.
Hanya saja, Abyadi Siregar masih mempertanyakan, apakah PUBG atau sekolah gratis ini berlaku hanya untuk sekolah negeri? “Saya sih sangat berharap diberlakukan juga di sekolah swasta,” katanya.
JAMINAN KESTABILAN HARGA
Program unggulan berikutnya adalah, Jaminan Kestabilan Harga Komoditi Pangan (JASKOP). Ini merupakan program Pemprov Sumut untuk menjaga kestabilan harga.
Menurut Abyadi, program ini benar-benar diharapkan dapat menjaga kestabilan harga komoditas pangan yang selama ini berfluktuasi liar hingga sulit dijangkau masyarakat.
Abyadi mencontohkan harga beras yang jauh melambung di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Sesuai Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 299 tanggal 22 Agustus 2025, HET beras medium di Sumut hanya Rp 14.000/kg. Tapi faktanya, harga beras saat ini mencapai Rp 15.000-Rp 16.000 per kg.
Demikian juga harga cabai merah yang meroket hingga Rp 100.000/kg. Padahal, biasanya hanya Rp 60.000/kg. Sedang harga bawang merah, melambung hingga mencapai Rp 60.000/kg.
“Saya berharap, Pemprov Sumut dapat menjaga kestabilan harga ini, sehingga bisa dijangkau masyarakat. Selama ini, saya lihat Disperindag dan Bulog seperti tidak berdaya menstabilkan harga tersebut,” tegas Abyadi.
DIGITALISASI PELAYANAN PUBLIK
Abyadi juga menyinggung program Digitalisasi Pelayanan Publik Cepat Responsif Handal dan Solutif (CERDAS) yang bertujuan untuk memastikan pelayanan masyarakat lebih cepat dan transparan.
Menurut Abyadi, program ini sangat luar biasa. Karena menurutnya, salah satu yang sulit diatasi pemerintah selama ini adalah meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Untuk pemenuhan standar pelayanan publik saja, menurut Abyadi, masih banyak unit pelayanan publik yang belum mampu. “Bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan publik, bila kewajiban pemenuhan standar pelayanan publik saja belum bisa dilakukan?” tegas Abyadi.
Abyadi juga mengingatkan terkait pembangunan digitalisasi pelayanan publik. Selama ini, pemerintah daerah banyak yang terjebak dalam pembangunan digitalisasi pelayanan publik.
Pembangunan digitalisasi pelayanan publik hanya berorientasi proyek. Artinya hanya untuk mendapatkan komisi proyek. Tapi pada faktanya, digitalisasi pelayanan publik yang dibangun dengan anggaran besar itu, tidak menjawab persoalan substansi layanan. Digitalisasi pelayanan yang dibangun, justru tidak memudahkan masyarakat mendapatkan layanan.
“Saya berharap, Pak Gubernur benar-benar selektif dalam pembangunan digitalisasi pelayanan publik ini. Pilihlah digitalisasi pelayanan publik yang betul-betul membantu rakyat,” katanya.
Misalnya, bagaimana agar layanan kesehatan berkualitas namun gratis. Orang sakit tidak antri lama di rumah sakit untuk berobat, mengurus administrasi kependudukan (Adminduk) yang cepat tanpa berbelit dan bersih dari praktik pungutan liar (pungli), pendidikan bermutu yang gratis, dll.
BEROBAT GRATIS
Program Berobat Gratis atau PROBIS. Program ini memastikan masyarakat mendapatkan pengobatan yang mudah dan gratis. Masyarakat bisa berobat hanya dengan menggunakan KTP.
Menurut Abyadi, selama ini, layanan kesehatan merupakan layanan yang sangat mahal bagi masyarakat miskin.
Banyak masyarakat yang kesulitan mengakses layanan kesehatan. Bisa karena mahalnya, dan bisa juga karena memang layanannya yang ribet. “Tidak heran, bila masyarakat mampu, lebih memilih berobat ke Pineng, Malayasia,” jelasnya.
INFRASTRUKTUR DAN PERLINDUNGAN RAKYAT
Terkait program Infrastruktur Strategis Terintegrasi (INSTANSI), Abyadi berharap, ini bisa menjadi program yang akan menghubungkan seluruh wilayah Sumut secara layak. Tentu, terutama daerah-daerah strategis.
Sementara terkait program Perlindungan Rakyat Melalui Restorative Justice (PRESTICE), Abyadi berharap ini akan benar-benar menjadi pelindung masyarakat dari ketidakadilan penerapan hukum.
PENGAWASAN
Abyadi Siregar berharap agar pelaksanaan keenam program unggulan ini, mendapat pengawasan yang ketat.
“Untuk memastikan seluruh program ini berjalan sesuai harapan, maka saya berharap, Pak Gubernur turun langsung setiap saat memonitor tahapan pelaksanaan keenam program ini,” katanya.
Yang paling penting lagi adalah, jangan alergi terhadap pengawasan yang dilakukan masyarakat terhadap pelaksanaan keenam program ini.
“Justru sebaiknya membuka ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengawasannya. Dengan begitu, program ini akan benar-benar terlaksana dan akan mencapai target yang ingin dicapai,” harap Abyadi Siregar. (Nas)